Jumat, 24 Desember 2010

MAKALAH KDRT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan rumah tangga adalah seni. Seni yang sangat indah dan layak mendapat perhatian khusus. Namun hanya sedikit orang yang mengetahuinya sehingga muncullah berbagai problem dan krisis antar suami istri diakibatkan karena ketidaktahuan mereka akan seni yang urgent ini
Memasuki dunia baru bagi pasangan baru, atau lebih dikenal dengan pengantin baru memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berartitanpa kesulitan. Dari pertama kali melangkah ke pelaminan, semuanya sudah akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, saudara, untuk kemudian mencoba hidup bersama dengan orang lain membentuk sebuah keluarga baru. Semua ini memerlukan persiapan khusus, agar tidak terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari. Diantara persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan baru yang mengarungi bahtera rumah tangga adalah Persiapan mental, Mengenali Pasangan, Menyusun agenda Kegiatan, Mempelajari kesenangan pasangan, Adaptasi lingkungan, Menanamkan rasa saling percaya, dan Musyawarah. Dengan menjalankan hal-hal yang disiapkan tersebut diharapkan menjadi keluarga yang damai. Namun untuk mewujudkan itu tidak gampang sebab keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu, yang mempunyai sifat, karakter, dan mempunyai pengalaman hidup bersama lingkungan yang berbeda tentu saja pengaruhnya berbeda pula. Bagi mereka yang bergaul dilingkungan yang baik akan menguntungkan dan bagi mereka yang bergaul dilingkungan yang tidak baik akan berpengaruh terhadap perilaku di lingkungan keluarga mereka.
Keluarga sangat berperan dalam memperkenalkan anak kepada kehidupan dan bertanggung jawab mendidik anak dalam setiap aspek kehidupan anak. Keluarga yang merawat, memperhatikan serta mengasihi anak secara benar akan membangun kepribadian penuh kasih sayang sekaligus membangun kepercayaan diri pada anak. Dan sebaliknya, anak yang dibesarkan tanpa mengenal kasih sayang akan tumbuh menjadi orang yang sulit mempercayai orang lain bahkan ia merasa tidak ada orang yang dapat diandalkan dan tidak ada yang merasa benar-benar mengasihinya.
Keluarga adalah tempat dimana anggotanya saling mencintai, mendukung, dan melindungi. Keluarga merupakan lembaga utama dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk sosial.
Di dalam keluarga, umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim dengan orang tuanya. Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarga dan sebaliknya keluarga memberikan dasar pembentukkan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan tingkah laku anak terhadap orang lain di dalam masyarakat.
Kekerasan terhadap anak saat ini menjadi fenomena yang sulit untuk dihapuskan. Orangtua yang seharusnya melindungi anaknya dari segala bentuk kekerasan justru menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri. Seperti contoh kasus kekerasan yang ada di masyarakat saat ini yaitu seorang ibu yang tega melakukan penganiayaan terhadap anaknya, dikarenakan faktor situasional yaitu anak meminta uang bayaran sekolah karena sudah ditegur dari pihak sekolah. Selain itu kondisi keluarga yang tidak harmonis dan perekonomian keluarga yang tidak mendukung. Akibat penganiayaan yang dilakukan oleh ibu, anak mengalami memar, luka goresan, dan luka lecet di sekujur tubuhnya (Kurniasari, 2005).
Ibu yang sering melakukan abuse (perilaku kekerasan lisan atau fisik) pada anaknya di sebabkan banyak faktor yaitu pernahnya mengalami perlakuan abnormal pada masa kecilnya, dipenuhi rasa frustasi, kemarahan dari masa kecilnya sehingga pelampiasannya pada anak-anaknya, keluarga yang tidak harmonis, dan perekonomian yang tidak mendukung. Dampaknya pada anak, anak akan mengalami berbagai penyimpangan kepribadian seperti menjadi pendiam, agresif, mudah marah, dan konsep dirinya negatif.
Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian terhadap hubungan antara ibu dan anak, menemukan bahwa ibu yang mengalami gangguan jiwa Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak acuh), maka cenderung menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak, jahat, menyimpang atau bahkan anti sosial. Namun sebaliknya ada pula yang anaknya jadi suka menarik diri, pasif, tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu berakibat pada terganggunya perkembangan identitas sang anak.
Sumber http://psikologianakindonesia.wordpress.com/2007/11/26/anak-yg-kurang-mendapat-perhatian-dan-kasih-sayang/diakses tgl 15 Oktober 2010
Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang sebenarnya, jika orang melihat seorang anak yang kelihatannya bermasalah, entah itu masalah penyesuaian diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya yang harus dicari tahu sumber penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang terjadi di dalam keluarga itu. Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya ketidakberesan dalam hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh anak merepresentasikan disfungsi yang terjadi di dalam kehidupan keluarganya. (Sumber : Jacinta F. Rini, e-psikologi)
Keluarga adalah pondasi sebuah negara. Dari keluargalah akan tercipta kader-kader bangsa. Manakala keluarga itu rusak maka berbahaya terhadap eksistensi negara. Maka dengan demikian, kekerasan yang merupakan salah satu faktor rusaknya keluarga merupakan penyakit bersama bukan pribadi. Sebab, bahayanya meliputi seluruh anggota masyarakat. Untuk itu, semua pihak berkewajiban untuk membantu dalam menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga.(KDRT).
Korban KDRT yang pertama adalah anak sebab menurut Sebuah penelitian yang dilakukan di University of California, Los Angeles setelah mempelajari masalah dalam (kurang lebih) 2000 keluarga, membuktikan bahwa anak tetap menjadi korban ‘empuk’ dalam pertikaian rumah tangga. Efek pertikaian ini, biasanya akan membuat si anak cenderung melakukan hal-hal negatif diluar kebiasaannya. Ketidakstabilan emosi yang disebabkan, akan membuat si anak mencoba menggunakan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol hingga melakukan seks bebas.
Untuk itu, berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama 30 tahun, menyatakan bahwa kedua orangtua yang sudah tak lagi saling mencintai, sebaiknya jangan pernah hidup bersama dalam satu atap, karena hal ini hanya akan menyakiti hati dan mental sang anak.
Seorang anak yang terus-menerus melihat pertengkaran orangtuanya, bisa menderita kelainan secara psikis dan gangguan perilaku, saat berhubungan dengan orang lain. Profesor Kelly Musick, sekaligus penulis buku “Are Both Parents Always Better than One? Parental Conflict and Young Adult Well-Being”, mengungkap bahwa seorang anakyang terlahir dan besar dalam keluarga penuh konflik, cenderung menjadi bodoh secara akademis, dan tak sedikit juga yang akhirnya putus sekolah.
Berdasarkan hal tersebut, Musick mengambil sebuah kesimpulan nyata, bahwa hidup dengan kedua orangtua lengkap takkan menjamin jiwa dan mental seorang anak. “Lebih baik anak hidup dan dibesarkan secara ’sehat’ dengan orangtua tunggal dibanding harus dengan dua orangtua yang selalu bertengkar,”.sumber: http://www.untukku.com/
Dari fenomena-fenomena di atas dapat jelaskan secara singkat bahwa keluarga merupakan tempat dimana anak-anak pertama mendapat pendidikan baik cara berkata, bertindak maupun berpikir. Orang tua merupakan tokoh yang diidolakan anak, apa yang dikatakan orang tua dan apa yang dilakukan orang tua anak akan menirunya.
Namun dilain fihak orang tua yang sudah menjadi tokoh idolanya anak, tiba-tiba anak mengetahui bahwa hubungan orang tuanya tidak harmonis lagi, mereka sering bertengkar bahkan sering melakukan tindak kekerasan. Melihat perilaku yang dilakukan oleh orang tuanya anak menjadi ragu karena tokoh idolanya tidak seperti yang diharapkan.
Bagaimana perilaku anak menghadapi tokoh idolanya yang setiap saat melakukan kekerasan baik secara lisan maupun secara fisik ?.
Dari sinilah penulis akan membuat karya ilmiah dalam bentuk makalah dengan tema “pengaruh Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap perilaku agresifitas siswa”
B. Masalah
1. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga?
2. bagaimana bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa?
3. Apakah perilaku agresifitas siswa pengaruh dari kekerasan dalam rumah tangga ?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
2. Ingin mengetahui bagaimana bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa
3. Ingin mengetahui pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap perilaku agresifitas siswa
F. Manfaat Penulisan
Manfaat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. mengenal bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
2. mengenal bagaimana bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa
3. mengetahui pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap perilaku agresifitas siswa
G. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penulisan ini ada penelitian kepustakaan (Library research), untuk membuat kerangka teori yang menerangkan teori-teori perkembangan anak dan mengumpulkan mengumpulkan informasi mengenai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
.
BAB II
PENGARUH KDRT TERHADAP PERILAKU AGRESIFITAS SISWA

A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
1. Pengertian KDRT
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
2. Keluarga
Keluarga adalah berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dhidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Sedangkan anggota keluarga/lingkup keluarga menurut Undang-Undang PKDRT meliputi (Pasal 2 ayat 1) melipiti:
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
c. dan/atau Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
3. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
Bentuk-bentuk KDRT menurut Undang-Undang PKDRT adalah (Pasal 5):
a. Kekerasan fisik;
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6)
Contoh:
1) Kekerasan Fisik Berat,
Berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan :
a). Cedera berat
b). Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
c). Pingsan
d). Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
e). Kehilangan salah satu panca indera.
f). Mendapat cacat.
g). Menderita sakit lumpuh.
h). Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
i). Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
j). Kematian korban.
3) Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
a. Cedera ringan
b. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7)
Contoh:
1) Kekerasan Psikis Berat,
Berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa hal berikut:
a) Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
b) Gangguan stress pasca trauma.
c) Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)
d) Depresi berat atau destruksi diri
e) Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
f) Bunuh diri
2) Kekerasan Psikis Ringan
Berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
a) Ketakutan dan perasaan terteror
b) Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
c) Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
d) Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
e) Fobia atau depresi temporer
c. Kekerasan seksual;
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu Kekerasan seksual meliputi (pasal 8)
1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
Contoh:
a) Kekerasan Seksual Berat
1) Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2) Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
3) Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
4) Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
5) Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6) Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera
b) Kekerasan Seksual Ringan
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
c. Kekerasan Ekonomi/Penelantaran rumah tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9)
Contoh
1) Kekerasan Ekonomi Berat,
yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a) Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b) Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c) Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda korban
2) Kekerasan Ekonomi Ringan,
Berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
B. Perilaku Agresifitas Siswa
1. Pengertian Agresif
Agresif secara psikologis berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat (KBBI: 1995: 12).
Drever (1988, h.23-27) mengemukakan bahwa perilaku adalah suatu arah tertentu dari kemajuan gerakan atau kemajuan pikiran menuju suatu tujuan, sedangkan agresivity didefinisikan sebagai suatu manifestasi dari keinginan berkuasa atau proyeksi dari individu yang berupa serangan kepada orang lain yang dapat dianggap sebagai saingan atau lawan. Pendapat senada dikemukakan oleh Berkowitz (1993, h.262), agresivitas merupakan perilaku yang diarahkan untuk melukai orang lain. Perilaku dikategorikan sebagai agresivitas apabila bertujuan untuk melukai orang lain dan berusaha untuk melakukan tindakan agresi walaupun usahanya tidak berhasil.
Poerwodarminta (1995, h.91) memberikan pengertian perilaku agresif sebagai suatu perbuatan menyerang. Kartono (1991, h.42) lebih lanjut menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan seseorang dapat berbentuk kemarahan yang meluap-luap, tindakan yang sewenang-wenang, penyergapan, kecaman, wujud perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesakitan, perusakan dan tirani pada orang lain.
Breakwell (1999, h.28) dan Koeswara (1988, h.5) secara tipikal mendefinisikan agresi sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu. Menyakiti orang lain secara sengaja bukanlah agresi jika pihak yang dirugikan menghendaki hal ini terjadi.
http://st284955.sitekno.com/?pg=articles&article=3189
Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain. misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya. Ada juga anak yang selalu memaksa temannya untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan, bahkan tidak sedikit pula anak yang mengejek atau membuat anak lain menjadi kesal
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpilkan bahwa perilaku agresif adalah bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti atau menyerang seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu.
2. Tanda perilaku agresif dimiliki oleh anak
Dalam hal ini ada beberapa tanda perilaku agresif dimiliki oleh anak yang dapat dilihat oleh orangtua terhadap perilaku anaknya sehari - hari.
a. Anak suka mengganggu dan bertengkar dengan orang lain
b. Anak suka mengatai-ngatai orang lai
c. Anak suka mengejek, memaki dan menganca
d. Anak suka mengamuk dan meraju
e. Anak suka mencubit, meninju dan memukul
f. Anak suka menyakiti orang lain dan diri sendiri
g. Anak suka mengotori dan merusak milik orang lain
h. Anak suka menyerang dan melukai orang lain atau hewan.
Jika beberapa tanda ini dimiliki oleh anak, maka sebaiknya orang tua melakukan pencegahan agar perilaku anak tidak semakin membahayakan, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Oleh karena itu langkah awal yang perlu dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya adalah memberikan penjelesan tentang baik dan buruknya atas setiap perilaku yang dibuat oleh anak. Dengan demikian anak akan dapat menyadari tentang dampak atas perilakunya.
http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/20/perilaku-agresif-anak/
3. Bentuk-bentuk perilaku agresif
Masing-masing ahli berbeda-beda dalam menggolongkan bentuk-bentuk perilaku agresif, ada yang menggolongkan bentuk perilaku agresif ke dalam bentuk fisik dan bentuk mental (misalnya Berkowitz, 2003), ada yang membaginya ke dalam bentuk perilaku agresif langsung dan perilaku agresif tidak langsung (misalnya Wilson, 2003). Sementara itu, Persson menggolongkan perilaku agresif ke dalam empat bentuk sebagaimana yang ia nyatakan sebagai berikut: “The form of the aggressive behaviour could be (1) physical; (2) verbal; (3) social/relational; or (4) manifested as grabbing or destruction of peers’ objects” (Persson 2005: 84).
Dalam tulisan ini, perilaku agresif digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu fisik dan mental, dengan masing-masing contohnya sbb:
1. Perilaku agresif secara fisik, contohnya:
Mendorong, Menarik, Memukul, Menendang, Melempar, Mencubit, Mengguncang, Mencakar, Mencekik , Menarik rambut, berkelahi.
2. Perilaku agresif secara mental, contohnya:
Mengancaman, Melotot, Mengolok-olok, Mengejek, Mengata-ngatai, Membentak, Meneriaki, Mengasingkan, Menyebarkan rumor, tidak mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/01/19/karakter-perilaku-agresif/
4. Tipe-tipe agresif
a. agresif tipe soliter
Pada tipe soliter, perilaku agresif dapat berupa fisik maupun verbal, biasanya dimulai oleh seseorang yang bukan bagian dari tindakan kelompok. Tidak ada usaha si anak untuk menyembunyikan perilaku tersebut. Anak tipe ini sering kali menjauhkan diri dari orang lain sehingga lingkungan juga menolak keberadaannya
b. agresif tipe group)
Pada perilaku agresif yang dilakukan berkelompok/grup, biasanya ada anak yang merupakan ketua kelompok dan memerintahkan teman-teman sekelompoknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. Pada tipe ini, biasanya anak-anak yang bergabung mempunyai masalah yang hampir sama lalu memberikan kesampatan yang sama lalu memberikan kesampatan pada salah satu anak untuk menjadi ketua kelompok. Pada tipe ini sering terjadi perilaku agresif dalam bentuk fisik
Tidak jarang anak-anak ini, baik secara individual atau berkelompok, membuat anak lain mengikuti kemauan mereka dengan cara-cara yang agresif. Akibatnya, ada anak atau sekelompok anak yang menjadi korban dari anak lain yang berperilaku agresif.
Oleh : MAHMUD SAEFI, S.Pd
http://belajarpsikologi.com/pengertian-perilaku-agresif/

C. Pengaruh KDRT Terhadap Perilaku Agresifitas Siswa
Perilaku agresif tidak muncul secara tiba-tiba. Perilaku Agresif terjadi pada masa perkembangan. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun, anak sudah lebih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif. Tetapi, bila keadaan ini menetap, maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis
Mengapa anak berperilaku agresif ?
1. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan menurut teori berpandangan jika ada anak yang bermasalah, sebenarnya yang harus dicari tahu sumber penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang terjadi di dalam keluarga itu, Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya ketidakberesan dalam hubungan keluarga itu sendiri.
2. Menurut Sebuah penelitian yang dilakukan di University of California, Los Angeles setelah mempelajari masalah dalam (kurang lebih) 2000 keluarga, membuktikan bahwa anak tetap menjadi korban ‘empuk’ dalam pertikaian rumah tangga. Efek pertikaian ini, biasanya akan membuat si anak cenderung melakukan hal-hal negatif diluar kebiasaannya.
3. Profesor Kelly Musick, sekaligus penulis buku “Are Both Parents Always Better than One? Parental Conflict and Young Adult Well-Being”, mengungkap bahwa seorang anakyang terlahir dan besar dalam keluarga penuh konflik, cenderung menjadi bodoh secara akademis, dan tak sedikit juga yang akhirnya putus sekolah
4. Untuk itu, berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama 30 tahun, menyatakan bahwa kedua orangtua yang sudah tak lagi saling mencintai, sebaiknya jangan pernah hidup bersama dalam satu atap, karena hal ini hanya akan menyakiti hati dan mental sang anak.
5. Seorang anak yang terus-menerus melihat pertengkaran orangtuanya, bisa menderita kelainan secara psikis dan gangguan perilaku, saat berhubungan dengan orang lain.
6. Penelitian Weiss dan Fine (dalam Sears, 1991, h.199) memberikan hasil bahwa subyek yang agresif lebih dipengaruhi oleh komunikasi keluarga yang bersifat menghukum dan subyek yang non-agresif lebih dipengaruhi oleh komunikasi keluarga yang bersifat toleran.
7. Ada berbagai teori agresi yang mendasari munculnya perilaku agresif diantaranya yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Atkinson, h.62-63) yaitu teori belajar sosial lebih menekankan pada keadaan lingkungan yang menyebabkan individu belajar berperilaku agresif



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan yang ingin dicapai dalam karya ilmiah ini adalah Ingin mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, Ingin mengetahui bagaimana bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa dan Ingin mengetahui pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap perilaku agresifitas siswa. Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan sbb:
1. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga ada empat yaitu :
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan secara psikis
c. Kekerasan seksualitas
d. Kekerasan Ekonomi/Penelantaran rumah tangga
2. Bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa
Bentuk-bentuk prilaku agrisifitas siswa ada dua yaitu secara fisik dan secara psikis
a. Perilaku agresif secara fisik, contohnya:
Mendorong, Menarik, Memukul, Menendang, Melempar, Mencubit, Mengguncang, Mencakar, Mencekik , Menarik rambut, berkelahi.
b. Perilaku agresif secara mental, contohnya:
Mengancaman, Melotot, Mengolok-olok, Mengejek, Mengata-ngatai, Membentak, Meneriaki, Mengasingkan, Menyebarkan rumor, tidak
mau mengikuti perintah atau permintaan, menangis atau merusak
3. Pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap perilaku agresifitas siswa
Kekerasan dalam rumah tangga baik kekerasan yang menimpa anak, atau istri atau suami, sebagai wujud penyelesaian masalah dalam keluarga sangat dimungkinkan berpengaruh dengan tindakan agresif anak. Hal tersebut dapat terjadi karena pola asuh yang salah yang mengandung kekerasan fisik maupun verbal, sehingga anak melakukan suatu proses modelling dan peniruan tingkah laku yang dilakukan orang tuanya, kemudian tingkah laku tersebut akan diidentifikasi oleh anak. Apabila anak dalam menghadapi suatu permasalahan dengan lingkungan sekitarnya, besar kemungkinan anak akan memakai cara kekerasan pula yang termanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang bersifat agresif.
Semakin tinggi kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin tinggi pula perilaku agresif siswa, sebaliknya semakin rendah kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin rendah pula perilaku agresif siswa
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran-saran yang dapat diberikan antara lain:
1. Bagi Siswa
Mengingat bahwa perilaku agresif dapat memberikan pengaruh negatif pada berbagai aspek kehidupan baik pribadi, lingkungan keluarga, sekolah (akademik), maupun masyarakat, disarankan siswa untuk belajar mengembangkan kesadaran diri, menangani stres, meningkatkan kemampuan berempati serta menyelesaikan konflik.
2. Bagi Orang Tua
Orang tua sebagai lingkungan pendidikan yang pertama kali bagi anak memakai cara kekerasan maka besar kemungkinan anak akan mengalami hambatan dalam hubungan dengan lingkungan sosialnya, sebab kekerasan merupakan suatu pola yang dipelajari anak dalam berhubungan dengan orang tuanya, sehingga anak remaja akan menggunakan cara kekerasan atau agresif untuk kegiatan sosialnya, Sebaiknya orang tua tidak memakai cara-cara ancaman dan kekerasan dalam mendidik anak, dapat mengendalikan diri dari luapan kemarahan, mengurangi larangan yang tidak perlu, membatasi tekanan dan kekangan. Selain itu orang tua memberikan tugas yang dapat diselesaikan oleh anak sesuai dengan kemampuannya dan memberikan peraturan yang dapat dimengerti anak, melakukan komunikasi yang baik secara verbal maupun nonverbal, hendaknya mengakui kedewasaan remaja, mengenalkan serta memberikan bimbingan moral keagamaan bagi anak sebagai landasan dan arah berperilaku teratur berdasarkan tanggung jawab dan konsistensi diri.
3. Bagi Guru BK (Konselor)
Guru hendaknya mampu menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan siswa, hubungan yang akrab tersebut secara psikologis siswa akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka. Guru dapat menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional positive regard ).
4. Bagi Guru Mata Pelajaran
Hal penting lainnya yang dapat dilakukan oleh guru yaitu menciptakan suasana dimana siswa tidak merasa terlalu dinilai oleh orang lain, karena memberi penilaian terhadap siswa dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehingga dapat menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri yang mengarah kepada perilaku agresif.


DAFTAR PUSTAKA

Berkowitz, L. (1993). Aggresion: Its Causes, Consequences, and Control . NewYork: Mc Graw-Hill.
Breakwell, G. M. (1998). Coping With Aggressive Behaviour . Penterjemah: Bernadus Hidayat. Yogyakarta: Kanisius.
Drever, J. (1988). Kamus Psikologi . Alih Bahasa: Nancy Simandjutak. Jakarta: Bina Aksara.
Handayani, dkk. (2000). Hubungan Antara Intensitas Kekerasan Fisik dan Verbal yang Diterima Anak Dari Orang tua dengan Kecenderungan Agresif Anak. Jurnal Psikologi, 5, 32-40.
http://psikologianakindonesia.wordpress.com/2007/11/26/anak-yg-kurang-mendapat-perhatian-dan-kasih-sayang/diakses tgl 15 Oktober 2010
http://st284955.sitekno.com/?pg=articles&article=3189
http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/20/perilaku-agresif-anak/
http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/01/19/karakter-perilaku-agresif/
http://belajarpsikologi.com/pengertian-perilaku-agresif/
Hurlock, B. E. (1993). Adolescence Development . McGraw-Hill Inc.
Ida, L. (1992). Perilaku Kesewenang-wenangan Terhadap Anak . Jakarta: Merdeka.
Idrus, M. (2006). Kekerasan Pada Anak (Potret Buram Rumah Tangga Masyarakat
Kartono, K. (1991). Patologi Sosial 3. Kenakalan Remaja . Jakarta: CV. Rajawali.
Koeswara, (1988). Agresi Manusia . Bandung: Eresco.
Poerwodarminto. W. J. S. (1995). Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Recent Comments

Recent Posts

PAKDE HARTO SMP PANGKUR | Template Ireng Manis © 2010 Free Template Ajah. Distribution by Dhe Template. Supported by Cash Money Today and Forex Broker Info